Intip 12 Manfaat Makan Buah yang Bikin Kamu Penasaran
Jumat, 4 Juli 2025 oleh journal
Konsumsi buah-buahan secara teratur merupakan aspek fundamental dari pola makan seimbang yang direkomendasikan oleh berbagai otoritas kesehatan global. Praktik ini melibatkan pemasukan beragam jenis buah ke dalam diet harian, baik sebagai camilan, bagian dari hidangan utama, atau pengganti makanan olahan. Kandungan nutrisi yang kaya, termasuk vitamin, mineral, serat, dan antioksidan, menjadikan buah sebagai komponen vital untuk menjaga kesehatan optimal dan mencegah berbagai penyakit kronis. Oleh karena itu, integrasi buah-buahan ke dalam diet sehari-hari bukan hanya anjuran nutrisi, melainkan sebuah strategi preventif yang berbasis ilmiah untuk peningkatan kualitas hidup secara menyeluruh.
manfaat makan buah
- Meningkatkan Asupan Serat Buah-buahan adalah sumber serat makanan yang sangat baik, baik serat larut maupun tidak larut. Serat ini krusial untuk menjaga kesehatan pencernaan, membantu mencegah konstipasi, dan mendukung pergerakan usus yang teratur. Konsumsi serat yang cukup juga dapat membantu mengatur kadar gula darah dan kolesterol, sebagaimana disorot dalam studi yang diterbitkan di Journal of Nutritional Biochemistry pada tahun 2017, yang mengaitkan asupan serat tinggi dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskular.
- Sumber Vitamin dan Mineral Esensial Setiap jenis buah menawarkan profil vitamin dan mineral yang unik, seperti vitamin C dalam jeruk, vitamin A dalam mangga, atau kalium dalam pisang. Nutrisi mikro ini berperan penting dalam berbagai fungsi tubuh, mulai dari mendukung sistem kekebalan tubuh hingga menjaga kesehatan tulang dan fungsi saraf. Kekurangan nutrisi esensial dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, sehingga konsumsi buah-buahan membantu memastikan asupan yang adekuat.
- Kaya Antioksidan Buah-buahan mengandung beragam senyawa antioksidan seperti flavonoid, polifenol, dan karotenoid. Antioksidan ini berfungsi melawan radikal bebas dalam tubuh, yang merupakan molekul tidak stabil penyebab kerusakan sel dan penuaan dini. Penelitian dalam Food Chemistry (2018) menunjukkan bahwa antioksidan dari buah dapat mengurangi stres oksidatif dan peradangan, berkontribusi pada pencegahan penyakit degeneratif.
- Mendukung Pengelolaan Berat Badan Karena kandungan serat dan airnya yang tinggi, buah-buahan cenderung rendah kalori namun memberikan rasa kenyang yang tahan lama. Ini dapat membantu mengurangi asupan kalori secara keseluruhan dan mencegah makan berlebihan, menjadikannya pilihan yang sangat baik untuk program pengelolaan berat badan. Studi kohort yang dimuat dalam PLoS Medicine (2015) menemukan korelasi positif antara peningkatan konsumsi buah dan penurunan berat badan jangka panjang.
- Mengurangi Risiko Penyakit Jantung Asupan buah-buahan yang kaya serat, kalium, dan antioksidan telah terbukti secara konsisten mengurangi risiko penyakit jantung. Kalium membantu menjaga tekanan darah yang sehat, sementara serat dan antioksidan berkontribusi pada penurunan kadar kolesterol LDL (jahat) dan peradangan. Sebuah tinjauan sistematis dalam Circulation (2019) mengkonfirmasi bahwa konsumsi buah yang tinggi berkaitan dengan risiko penyakit jantung koroner yang lebih rendah.
- Mencegah Diabetes Tipe 2 Meskipun buah mengandung gula alami, serat dalam buah membantu memperlambat penyerapan glukosa, mencegah lonjakan gula darah yang drastis. Penelitian prospektif dalam British Medical Journal (2013) menemukan bahwa konsumsi buah-buahan utuh tertentu, terutama beri, apel, dan anggur, secara signifikan dikaitkan dengan risiko diabetes tipe 2 yang lebih rendah. Penting untuk membedakan buah utuh dari jus buah yang cenderung kehilangan seratnya.
- Meningkatkan Kesehatan Otak Antioksidan dan fitonutrien dalam buah-buahan, seperti flavonoid yang banyak ditemukan dalam beri, memiliki efek neuroprotektif. Senyawa ini dapat meningkatkan aliran darah ke otak, melindungi sel-sel otak dari kerusakan oksidatif, dan mendukung fungsi kognitif. Studi yang dipublikasikan di Annals of Neurology (2012) menunjukkan bahwa konsumsi beri secara teratur dapat memperlambat penurunan kognitif pada orang dewasa yang lebih tua.
- Mendukung Kesehatan Kulit Vitamin C, yang melimpah di banyak buah, adalah kofaktor penting dalam sintesis kolagen, protein struktural yang menjaga elastisitas dan kekencangan kulit. Antioksidan lainnya juga melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar UV dan polusi, yang dapat menyebabkan penuaan dini. Konsumsi buah yang cukup berkontribusi pada kulit yang lebih sehat, bercahaya, dan awet muda, sebagaimana sering dibahas dalam literatur dermatologi nutrisi.
- Meningkatkan Kekebalan Tubuh Vitamin C dan antioksidan lainnya dalam buah memainkan peran vital dalam mendukung sistem kekebalan tubuh yang kuat. Vitamin C, misalnya, dikenal untuk merangsang produksi sel darah putih yang melawan infeksi. Asupan buah yang memadai dapat membantu tubuh lebih efektif melawan patogen dan mengurangi durasi serta keparahan penyakit umum seperti flu.
- Sumber Hidrasi Banyak buah-buahan memiliki kandungan air yang tinggi, seperti semangka, melon, dan stroberi. Ini berkontribusi pada asupan cairan harian tubuh, yang penting untuk menjaga fungsi organ yang optimal, mengatur suhu tubuh, dan melumasi sendi. Hidrasi yang cukup sangat penting untuk kesehatan secara keseluruhan dan dapat membantu mencegah dehidrasi ringan yang seringkali tidak disadari.
- Meningkatkan Kesehatan Mata Buah-buahan tertentu, terutama yang berwarna kuning, oranye, dan hijau gelap, kaya akan karotenoid seperti lutein dan zeaxanthin. Senyawa ini terakumulasi di retina mata dan berfungsi sebagai filter alami terhadap cahaya biru berbahaya, serta melindungi mata dari kerusakan oksidatif. Konsumsi buah-buahan ini dapat membantu mengurangi risiko degenerasi makula terkait usia (AMD) dan katarak, penyakit mata umum pada lansia, seperti yang diuraikan dalam Archives of Ophthalmology (2001).
- Mendukung Kesehatan Tulang Beberapa buah, seperti jeruk dan kiwi, mengandung vitamin K dan kalium, yang penting untuk kesehatan tulang. Vitamin K berperan dalam pembentukan protein tulang, sementara kalium dapat membantu mengurangi kehilangan kalsium dari tulang. Meskipun kalsium utamanya berasal dari produk susu, buah-buahan ini memberikan kontribusi tambahan yang penting untuk menjaga kepadatan mineral tulang dan mengurangi risiko osteoporosis.
Dalam konteks global, peningkatan konsumsi buah telah terbukti secara signifikan mengurangi beban penyakit tidak menular (PTM) di berbagai populasi. Misalnya, di negara-negara berkembang, di mana akses terhadap obat-obatan mungkin terbatas, intervensi nutrisi berbasis buah-buahan dan sayuran seringkali menjadi strategi pencegahan utama. Implementasi program edukasi gizi yang mendorong asupan buah pada anak-anak sekolah telah menunjukkan penurunan angka obesitas dan malnutrisi ganda secara bersamaan. Menurut Dr. Anya Sharma, seorang ahli epidemiologi gizi dari Universitas London, "Data dari studi kohort besar secara konsisten menunjukkan bahwa masyarakat dengan asupan buah yang tinggi memiliki prevalensi PTM yang jauh lebih rendah, seperti penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2."
Di Amerika Serikat, kampanye kesehatan masyarakat seperti '5 A Day' (sekarang 'MyPlate') yang mendorong konsumsi buah dan sayuran telah berhasil meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya nutrisi. Meskipun tantangan dalam mengubah kebiasaan makan tetap ada, studi pasca-implementasi menunjukkan peningkatan moderat dalam asupan buah di kalangan partisipan yang aktif. Peningkatan ini, meskipun kecil, berkorelasi dengan perbaikan kecil namun signifikan dalam penanda kesehatan tertentu, seperti tekanan darah sistolik rata-rata. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya promosi kesehatan dapat memberikan dampak nyata pada kesehatan masyarakat dalam jangka panjang.
Kasus menarik lainnya terlihat pada kelompok lansia, di mana asupan buah yang memadai seringkali menjadi penentu kualitas hidup. Penelitian di Jepang, yang memiliki populasi lansia besar, menunjukkan bahwa individu yang mengonsumsi lebih banyak buah memiliki fungsi kognitif yang lebih baik dan risiko demensia yang lebih rendah. Antioksidan dan senyawa anti-inflamasi dalam buah diperkirakan memainkan peran protektif terhadap penurunan neurokognitif. Menurut Profesor Kenji Tanaka dari Universitas Tokyo, "Intervensi diet yang kaya buah dapat menjadi strategi yang relatif murah dan efektif untuk menjaga kesehatan otak pada populasi menua."
Pada pasien dengan kondisi medis tertentu, seperti sindrom metabolik, integrasi buah-buahan ke dalam diet yang diresepkan telah menunjukkan hasil yang menjanjikan. Sebuah studi intervensi di Australia pada individu dengan resistensi insulin menunjukkan bahwa diet yang diperkaya buah-buahan dan sayuran berkontribusi pada peningkatan sensitivitas insulin dan penurunan kadar kolesterol. Pentingnya memilih buah utuh dibandingkan jus buah ditekankan dalam kasus ini, untuk memaksimalkan manfaat serat dan menghindari lonjakan gula darah. Ini menunjukkan bahwa buah dapat menjadi bagian integral dari terapi nutrisi klinis.
Di wilayah dengan keterbatasan sumber daya, upaya untuk meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas buah lokal telah menjadi fokus pembangunan. Program 'Kebun Gizi Keluarga' di beberapa negara Afrika, misalnya, telah memberdayakan rumah tangga untuk menanam buah-buahan sendiri, yang tidak hanya meningkatkan asupan gizi tetapi juga keragaman diet. Keberhasilan program semacam ini menunjukkan bahwa solusi berbasis masyarakat dapat mengatasi masalah malnutrisi. Menurut laporan dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), "Peningkatan produksi dan konsumsi buah-buahan lokal adalah kunci untuk mencapai ketahanan pangan dan gizi yang berkelanjutan di banyak komunitas rentan."
Peran buah dalam pemulihan pasca-penyakit atau operasi juga patut disoroti. Kandungan vitamin, mineral, dan antioksidan yang tinggi mendukung proses penyembuhan jaringan, mengurangi peradangan, dan memperkuat sistem kekebalan tubuh yang mungkin melemah. Pasien yang mengonsumsi diet kaya buah-buahan seringkali melaporkan peningkatan energi dan pemulihan yang lebih cepat. Ini menggarisbawahi bahwa nutrisi yang optimal dari buah adalah komponen penting dalam perawatan suportif pasca-sakit.
Meskipun ada kekhawatiran mengenai kandungan gula alami dalam buah, studi klinis menunjukkan bahwa dampak gula buah pada kesehatan metabolik sangat berbeda dari gula tambahan. Matriks serat dalam buah memperlambat penyerapan fruktosa, sehingga meminimalkan respons glikemik. Menurut Dr. Sarah Davies, seorang ahli endokrinologi dari Pusat Medis Nasional, "Ketakutan berlebihan terhadap gula buah adalah kesalahpahaman; manfaat nutrisi keseluruhan dari buah utuh jauh melebihi potensi risiko gula alami, terutama ketika dikonsumsi dalam jumlah yang wajar sebagai bagian dari diet seimbang."
Pada akhirnya, kebijakan publik yang mendukung pertanian berkelanjutan dan pasar lokal dapat lebih lanjut meningkatkan konsumsi buah. Memastikan bahwa buah-buahan segar tersedia dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat adalah langkah krusial untuk memaksimalkan dampak kesehatan dari asupan buah. Inisiatif yang menghubungkan petani lokal dengan konsumen perkotaan tidak hanya mendukung ekonomi lokal tetapi juga meningkatkan akses terhadap produk segar berkualitas tinggi. Dengan demikian, pendekatan holistik yang melibatkan individu, komunitas, dan pemerintah diperlukan untuk mewujudkan potensi penuh dari konsumsi buah bagi kesehatan global.
Integrasi buah-buahan ke dalam diet harian tidak selalu mudah bagi setiap individu. Berikut adalah beberapa tips praktis dan detail yang dapat membantu meningkatkan konsumsi buah secara efektif dan menyenangkan, memastikan bahwa manfaat kesehatan maksimal dapat diperoleh dari sumber nutrisi alami ini.
Tips untuk Meningkatkan Konsumsi Buah
- Variasi Jenis Buah Pilihlah berbagai macam buah dengan warna yang berbeda-beda untuk memastikan asupan spektrum nutrisi yang luas. Setiap warna buah seringkali menunjukkan keberadaan antioksidan dan fitokimia yang berbeda, menawarkan manfaat kesehatan yang komplementer. Misalnya, buah merah kaya likopen, buah oranye kaya beta-karoten, dan buah ungu kaya antosianin, sehingga penting untuk tidak terpaku pada satu jenis buah saja. Rotasi jenis buah secara berkala dapat mencegah kebosanan dan memaksimalkan keragaman nutrisi.
- Jadikan Buah Sebagai Camilan Utama Gantilah camilan olahan atau tinggi gula dengan buah-buahan segar. Buah adalah pilihan camilan yang praktis, sehat, dan mengenyangkan, yang dapat membantu menekan keinginan untuk mengonsumsi makanan tidak sehat. Siapkan buah-buahan yang sudah dicuci dan dipotong di kulkas agar mudah dijangkau saat rasa lapar menyerang, seperti potongan apel, anggur, atau stik wortel (meskipun wortel adalah sayuran, ia sering dikonsumsi sebagai camilan mirip buah).
- Tambahkan Buah ke Hidangan Utama Inkorporasikan buah ke dalam sarapan, makan siang, atau makan malam. Tambahkan irisan pisang atau beri ke sereal, oatmeal, atau yogurt di pagi hari, atau masukkan potongan buah seperti mangga atau nanas ke dalam salad untuk makan siang. Buah juga dapat menjadi komponen hidangan gurih, seperti apel dalam salad ayam atau kismis dalam nasi, memberikan sentuhan rasa manis alami dan nutrisi tambahan.
- Perhatikan Porsi dan Waktu Konsumsi Meskipun buah sehat, konsumsi dalam porsi yang wajar tetap penting, terutama bagi individu dengan kondisi kesehatan tertentu seperti diabetes. Sebaiknya konsumsi buah utuh daripada jus buah, karena jus cenderung menghilangkan serat dan dapat menyebabkan lonjakan gula darah yang lebih cepat. Pilihlah buah sebagai camilan di antara waktu makan utama atau sebagai penutup yang sehat, dan hindari konsumsi berlebihan menjelang tidur bagi beberapa individu.
- Manfaatkan Buah Musiman dan Lokal Buah-buahan musiman cenderung lebih segar, lebih murah, dan seringkali memiliki rasa yang lebih optimal. Mendukung petani lokal dengan membeli buah dari pasar petani juga dapat memastikan produk yang lebih segar dan mendukung ekonomi setempat. Kualitas nutrisi buah juga seringkali lebih baik saat dipanen pada musimnya dan tidak melalui proses penyimpanan atau pengiriman yang terlalu lama.
Manfaat konsumsi buah-buahan telah didukung oleh berbagai penelitian ilmiah dengan desain metodologi yang beragam. Sebuah studi kohort prospektif yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine pada tahun 2013, misalnya, melibatkan lebih dari 100.000 partisipan yang diikuti selama beberapa dekade untuk mengamati hubungan antara pola makan dan risiko penyakit kronis. Para peneliti mengumpulkan data asupan makanan melalui kuesioner frekuensi makanan yang divalidasi, kemudian menganalisis korelasi antara konsumsi buah dan insiden penyakit kardiovaskular, kanker, serta diabetes tipe 2. Temuan menunjukkan bahwa asupan buah yang lebih tinggi secara signifikan berkorelasi dengan penurunan risiko penyakit-penyakit tersebut, menekankan peran protektif nutrisi dalam buah.
Studi intervensi acak terkontrol juga telah memberikan bukti kuat. Sebuah uji klinis yang dipublikasikan di American Journal of Clinical Nutrition pada tahun 2016 meneliti efek konsumsi buah beri pada penanda inflamasi dan fungsi endotel pada subjek dengan sindrom metabolik. Sampel terdiri dari 60 individu yang dibagi menjadi kelompok intervensi yang mengonsumsi ekstrak beri setiap hari dan kelompok plasebo selama 12 minggu. Metode pengukuran meliputi analisis biomarker inflamasi dalam darah dan tes fungsi pembuluh darah. Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok intervensi mengalami penurunan signifikan pada penanda inflamasi dan peningkatan fungsi endotel, menegaskan efek anti-inflamasi dan kardioprotektif dari buah beri.
Penelitian lain yang berfokus pada mikrobiota usus dan konsumsi buah, dimuat dalam Gut Microbes pada tahun 2020, menggunakan pendekatan metagenomik untuk menganalisis komposisi bakteri usus pada individu dengan asupan buah yang bervariasi. Studi ini melibatkan sampel feses dari 200 partisipan dan kuesioner diet terperinci. Ditemukan bahwa individu dengan asupan serat buah yang lebih tinggi memiliki keragaman mikrobiota usus yang lebih kaya dan proporsi bakteri penghasil butirat yang lebih tinggi, asam lemak rantai pendek yang bermanfaat bagi kesehatan usus dan sistem kekebalan tubuh. Ini menyoroti mekanisme lain di mana buah berkontribusi pada kesehatan secara keseluruhan.
Meskipun bukti mengenai manfaat buah sangat dominan, terdapat beberapa pandangan yang sedikit berbeda atau kekhawatiran tertentu yang perlu dipertimbangkan. Salah satu argumen yang sering muncul adalah mengenai kandungan gula alami (fruktosa) dalam buah, yang oleh sebagian pihak dianggap berpotensi merugikan, terutama bagi individu dengan kondisi seperti diabetes atau resistensi insulin. Pandangan ini seringkali didasarkan pada penelitian yang mengamati efek fruktosa murni atau sirup jagung fruktosa tinggi (HFCS) yang ditambahkan ke makanan olahan, yang memang dapat berdampak negatif pada metabolisme hati dan kadar trigliserida.
Namun, basis ilmiah untuk pandangan yang menentang konsumsi buah karena kandungan gulanya memiliki beberapa kelemahan. Fruktosa dalam buah tidak hadir dalam bentuk terisolasi; ia terbungkus dalam matriks serat, air, dan nutrisi lain. Serat ini memperlambat penyerapan gula, mencegah lonjakan glukosa darah yang cepat yang sering terlihat setelah konsumsi gula tambahan. Oleh karena itu, respons metabolik terhadap gula dari buah utuh sangat berbeda dibandingkan dengan respons terhadap gula tambahan atau jus buah yang telah dihilangkan seratnya. Beberapa studi observasional bahkan menunjukkan bahwa asupan buah utuh yang lebih tinggi dikaitkan dengan risiko diabetes tipe 2 yang lebih rendah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Kekhawatiran lain kadang-kadang muncul terkait residu pestisida pada buah. Meskipun residu pestisida memang menjadi isu yang relevan, penelitian dari Environmental Health Perspectives (2018) seringkali menyimpulkan bahwa manfaat kesehatan dari konsumsi buah dan sayuran, bahkan yang ditanam secara konvensional, jauh melebihi potensi risiko dari paparan residu pestisida dalam jumlah rendah. Mencuci buah secara menyeluruh atau memilih buah organik adalah strategi yang dapat dilakukan untuk meminimalkan paparan, namun kekhawatiran ini seharusnya tidak menghalangi konsumsi buah secara keseluruhan.
Ada pula argumen yang menyatakan bahwa nutrisi yang sama dapat diperoleh dari sayuran tanpa kandungan gula. Meskipun sayuran memang sangat bergizi dan harus menjadi bagian penting dari diet, buah menawarkan profil nutrisi yang unik, terutama dalam hal vitamin C, kalium, dan beberapa jenis antioksidan yang spesifik. Selain itu, rasa manis alami dan tekstur buah membuatnya lebih mudah diterima oleh banyak orang, sehingga meningkatkan kepatuhan terhadap pola makan sehat. Oleh karena itu, buah dan sayuran harus dianggap sebagai komponen komplementer dalam diet sehat, bukan sebagai pengganti satu sama lain.
Secara keseluruhan, konsensus ilmiah yang berlaku adalah bahwa manfaat konsumsi buah utuh secara teratur jauh melampaui potensi kekhawatiran yang kadang-kadang diajukan. Bukti dari berbagai jenis studi, mulai dari epidemiologi hingga uji klinis terkontrol, secara konsisten mendukung peran krusial buah dalam pencegahan penyakit dan promosi kesehatan. Penting bagi masyarakat untuk membedakan antara gula alami dalam buah utuh dan gula tambahan, serta memahami bahwa keragaman diet adalah kunci untuk mendapatkan spektrum nutrisi yang lengkap.
Rekomendasi
Berdasarkan bukti ilmiah yang telah diuraikan, sangat direkomendasikan agar individu mengintegrasikan buah-buahan secara teratur ke dalam pola makan harian mereka. Konsumsi setidaknya 2-3 porsi buah setiap hari sangat dianjurkan, dengan penekanan pada keragaman jenis buah untuk memastikan asupan spektrum nutrisi yang luas. Pilihlah buah-buahan utuh daripada jus buah, untuk memaksimalkan asupan serat dan meminimalkan lonjakan gula darah.
Pemerintah dan institusi kesehatan disarankan untuk terus mempromosikan konsumsi buah melalui kampanye kesehatan masyarakat yang edukatif dan berbasis bukti. Kebijakan yang mendukung ketersediaan dan aksesibilitas buah-buahan segar, seperti insentif untuk pertanian lokal dan pasar petani, perlu diperkuat. Selain itu, program edukasi gizi di sekolah dan komunitas dapat membantu menanamkan kebiasaan makan buah sejak usia dini, membentuk dasar untuk kesehatan jangka panjang.
Bagi individu dengan kondisi kesehatan tertentu, seperti diabetes, disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli gizi atau dokter untuk mendapatkan panduan personal mengenai jenis dan jumlah buah yang sesuai. Meskipun buah umumnya bermanfaat, konteks diet keseluruhan dan kondisi metabolik individu perlu dipertimbangkan. Namun, secara umum, manfaat buah utuh bagi sebagian besar populasi tetap sangat signifikan dan tidak boleh diabaikan.
Secara ringkas, konsumsi buah-buahan secara teratur adalah pilar utama dari pola makan sehat, didukung oleh bukti ilmiah yang kuat dari berbagai studi. Buah-buahan menyediakan serat, vitamin, mineral, dan antioksidan esensial yang krusial untuk mencegah penyakit kronis, mendukung pengelolaan berat badan, meningkatkan kekebalan tubuh, dan menjaga kesehatan organ vital seperti jantung, otak, dan mata. Meskipun terdapat beberapa kekhawatiran terkait kandungan gula atau residu pestisida, manfaat keseluruhan dari buah utuh jauh melampaui potensi risiko yang diperdebatkan, terutama ketika dikonsumsi sebagai bagian dari diet seimbang.
Masa depan penelitian perlu berfokus pada mekanisme spesifik di mana fitokimia dalam buah berinteraksi dengan mikrobiota usus dan ekspresi gen, yang dapat membuka jalur baru untuk intervensi gizi yang lebih personal. Selain itu, penelitian lebih lanjut mengenai strategi efektif untuk meningkatkan konsumsi buah di populasi rentan dan mengukur dampak jangka panjang dari kebijakan publik yang mendukung ketersediaan buah akan sangat berharga. Dengan pemahaman yang lebih mendalam dan implementasi yang lebih luas, buah-buahan akan terus memainkan peran sentral dalam promosi kesehatan global.